Sabtu, 21 April 2012

Sebuah Lorong Di Kotaku




Akhirnya ibu mendapatkan sebuah rumah yang menyenangkan. Kami hidup tentram dalam bimbingan ibu yang penuh kelembutan dan ayah yang berwibawa serta bijaksana.
Aku kesepian dan kadang-kadang merasa bosan bermain sendirian, meninggu saudaraku pulang sekolah.
Suatu hari kami pergi ke rumah di desa, menumpang kereta api dan andong. Karili sangat gembira setelah sampai di rumah kakek. Demikian juga kakek. Tak henti-hentinya kami berbincang-bincang dengan kakek. Ayah pun tak lupa menanyakan keadaan dan kesehatan kakek.
Hari kedua aku diajak Paman Sarosa melihat isi kebun kakek, memetik kelapa, melihat kejernihan air sungai yang mengalir di kebun. Terasa nyaman kehidupan di desa. Terdengar derit tali timba, bunyi hewan, kicau burung, dan udara segar.
Banyak yang kulakukan selama di rumah kakek. Turut menjaga ladang, menghalau burung, ikut memandikan kerbau anak gembala bersama kakakku, Teguh Nugroho.
Dua hari telah berlalu aku harus pulang meninggalkan desa kakek, berpisah dengan paman. Aku merasa sangat sedih.
Di Madiun kami singgah di rumah Pak De dan Bu De. Di rumah ini kegiatan kami selalu diawasi. Bu De selalu hendak serba teratur. Karena itu aku merasa tidak puas.
Karena keadaan perang ibu mempersiapkan banyak makanan. Makanan itu disimpan di atas loteng. Setiap malam banyak tetangga datang ke rumah untuk mendengarkan siaran radio dan mendengar tentang berita perang.
  Aku dijemput Paman Sarosa untuk berlibur selama bulan puasa di tempat kakek. Aku tinggal di rumah kakek bersama Maryam. Aku senang beneman dengan Maryam karena kami mempunyai beberapa persamaan.
Aku mulai sekolah. Semua kakakku sekolah di HIS. Di HIS semua murid harus berbahasa Belanda. Tapi ayah selalu mewajibkan kami berbahasa Jawa.
Suatu hari ketika aku asyik bermain dengan teman-teman, Maryam memaksa pulang karena kami akan mengungsi ke kampung Batan. Kami mengungsi di sini bersama-sama pengungsi lain. Karena ibu tidak mau mengungsi, ayah membuat lubang perlindungan di bawah pohon mangga. Untuk penutupnya digunakan ranting-ranting dan daun. Dindingnya dilapisi beberapa helai kasur.
Semua sekolah dan kantor tutup. Kendaraan umum tidak boleh lagi  hilir  mudik.  Kekurangan  bahan  makanan  mulai  terasa. Indonesia tidak lagi diduduki Belanda, melainkan oleh Jepang. Belanda menyerah kalah kepada Jepang dan seluruh daerah jajahan Belanda jatuh ke tangan Jepang.


Identitas Buku
Judul              : Sebuah Lorong Di Kotaku  
Pengarang      : Nh. Dini
Penerbit          : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit  : 1986


0 komentar:

Posting Komentar