Akhirnya ibu
mendapatkan sebuah rumah yang menyenangkan. Kami hidup tentram dalam bimbingan
ibu yang penuh kelembutan dan ayah yang berwibawa serta bijaksana.
Aku kesepian dan
kadang-kadang merasa bosan bermain sendirian, meninggu saudaraku pulang
sekolah.
Suatu hari kami pergi
ke rumah di desa, menumpang kereta api dan andong. Karili sangat gembira
setelah sampai di rumah kakek. Demikian juga kakek. Tak henti-hentinya kami
berbincang-bincang dengan kakek. Ayah pun tak lupa menanyakan keadaan dan
kesehatan kakek.
Hari kedua aku diajak
Paman Sarosa melihat isi kebun kakek, memetik kelapa, melihat kejernihan air
sungai yang mengalir di kebun. Terasa nyaman kehidupan di desa. Terdengar derit
tali timba, bunyi hewan, kicau burung, dan udara segar.
Banyak yang kulakukan
selama di rumah kakek. Turut menjaga ladang, menghalau burung, ikut memandikan
kerbau anak gembala bersama kakakku, Teguh Nugroho.
Dua hari telah berlalu
aku harus pulang meninggalkan desa kakek, berpisah dengan paman. Aku merasa
sangat sedih.
Di Madiun kami singgah
di rumah Pak De dan Bu De. Di rumah ini kegiatan kami selalu diawasi. Bu De
selalu hendak serba teratur. Karena itu aku merasa tidak puas.
Karena keadaan perang
ibu mempersiapkan banyak makanan. Makanan itu disimpan di atas loteng. Setiap
malam banyak tetangga datang ke rumah untuk mendengarkan siaran radio dan
mendengar tentang berita perang.
Aku dijemput Paman Sarosa untuk berlibur
selama bulan puasa di tempat kakek. Aku tinggal di rumah kakek bersama Maryam.
Aku senang beneman dengan Maryam karena kami mempunyai beberapa persamaan.
Aku mulai sekolah.
Semua kakakku sekolah di HIS. Di HIS semua murid harus berbahasa Belanda. Tapi
ayah selalu mewajibkan kami berbahasa Jawa.
Suatu hari ketika aku asyik
bermain dengan teman-teman, Maryam memaksa pulang karena kami akan mengungsi ke
kampung Batan. Kami mengungsi di sini bersama-sama pengungsi lain. Karena ibu
tidak mau mengungsi, ayah membuat lubang perlindungan di bawah pohon mangga.
Untuk penutupnya digunakan ranting-ranting dan daun. Dindingnya dilapisi
beberapa helai kasur.
Semua sekolah dan
kantor tutup. Kendaraan umum tidak boleh lagi
hilir mudik. Kekurangan
bahan makanan mulai
terasa. Indonesia tidak lagi diduduki Belanda, melainkan oleh Jepang.
Belanda menyerah kalah kepada Jepang dan seluruh daerah jajahan Belanda jatuh
ke tangan Jepang.
Identitas Buku
Judul : Sebuah Lorong Di Kotaku
Pengarang : Nh.
Dini
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit : 1986
0 komentar:
Posting Komentar